Selasa, 22 Desember 2015

postingan baru karena ketidak sengajaan terhapus penghapusan KDRT DALAM UU NO 23 TAHUN 2004


Nama: Henda destriani
Nim   : 1711143026
Kelas : Hes3b


postingan baru karena ketidak sengajaan terhapus

ANALISIS DARI UU NO 23 TAHUN 2004 PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Jika sampai terjadi Kekerasan fisik seperti cedera berat, tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan, kematian korban.
Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan cedera ringan, rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat, melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.
Kekerasan psikis, kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
  1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
  2. Gangguan stres pasca trauma.
  3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)
  4. Depresi berat atau destruksi diri
  5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
  6. Bunuh diri
Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
  1. Ketakutan dan perasaan terteror
  2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
  3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
  4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
  5. Fobia atau depresi temporer
Kekerasan seksual
  • Kekerasan seksual berat, berupa:
  1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
  2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
  3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
  4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
  5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
  6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
  • Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
  • Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
Kekerasan ekonomi
  • Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
  1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
  2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
  3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
  • Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
·        Paradigma hukum sebagai alat pelayanan masyarakat  dalam undang-undang no 23 tahun 2004

Pasal 17
Maka dari itu dalam bab VI adanya perlindungan terhadap si korban. Jika terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga seprti melanggar dalam kekerasan yang di jelaskan di atas  maka dari itu adanya pasal 17 berbunyi  dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Dalam pasal 17 sudah relevan termasuk dalam paradigma hukum sebagai alat pelayanan kehidupan masyarakat karena korban KDRT di perlukan perlindungan kepolisian dapat bekerja dengan tenaga kesehatan seperti memeriksa si korban dalam ksehatanya, apakah mengalami luka dalam tubuhnya atau tidak kemudian, pekerja sosial  melakukan konseling, memberikan informasi mengenai korban tersebut untuk perlindungan dan di tempatkan ke tempat yang aman, relawan pendamping ia mempunyai keahlian untuk melakukan konse-ling, terapi, dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan agar tidak cidera. Serta pembimbing rohani untuk mendampingi korban KDRT, di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan hingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping.
Pasal 19
Dalam pasal 19 berbunyi Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 19 ini sudah relevan termasuk dalam paeadigma hukum sebagai alat pelayanan masayarak karena pasal 19 sudah jelas kepolisian bertindak penyelidikan setelah mengetahui atau telah menerima laporan terjadiunya kekerasann dalam rumah tangga.
            Pasal 37
1.      Korban, kepolisian atau relawan pendamping dapat mengajukan laporan
secara tertulis tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap perintah
perlindungan.
2.      Dalam hal pengadilan mendapatkan laporan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaku diperintahkan menghadap dalam waktu 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam guna dilakukan pemeriksaan.
3.      Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
pengadilan di tempat pelaku pernah tinggal bersama korban pada waktu
pelanggaran diduga terjadi.
Dalam pasal 37 ayat 1, 2, 3 sudah relevan karena itu termasuk paradigma hukum sebagai alat pelayanan kehidupan masyarakat
37 ayat 1 sebagaimana konsekuensi ketentuan pasal 26 UU KDRT yang memungkinkan korban KDRT melaporkan kepada kepolisian setempat dimana korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Pasal 37 ayat 3 yang menyatakan bahwa pemeriksaan atas PP kaka apabila ada laporan dugaan pelanggaran terhadap PP tersebut di ajukan di kepolisian atau pengadilan di luar wilayah pengadilan tempat pelaku pernah tinggal bersama korban  pada waktu pelanggaran di duga terjadi, maka kepolisian atau pengadilan menerima laporan tersebut dalam jangka waktu 1 x 24 jam wajib meneruskan ke pengadilan dimana pelaku pernah tinggal bersama korban pada waktu pelanggaran terjadi, selanjutnya setelah pengadilan sebagaimasna disebutkan diatas maka pelaku diperintah menghadap waktu 3 x 24 jam guna dilakukannya pemeriksaan pasal 37 ayat 2 UU KDRT
Pasal 37 ayat 2 UU KDRT apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku telah melanggar PP dan  diduga akan melakukan pelanggaran lebih lanjut, maka pengadilan dapat mewajibkan pelaku untuk membuat pertanyaan tertulis yang isinya berupa kesanggupan untuk mematuhi perintah perlindungan. Namun jika pelaku tetap tidak mengindahkan  surat pernyataan tertulis maka pengadilan dengan surat penetapan pengadilan dapat memerintahkan kepolisian agar melakukan penahanan atas pelaku KDRT paling lama 30 hari pasal 38 UU KDRT.
Dari semua pasal yang di sebutkan di atas sesuai dengan paradigma hukum sebagai alat pelayanan kehidupan masyarakat,  maka dari itu jika terjadi KDRT  yang merugikan salah satu pihak pemerintah tidak membiarkan  hal tersebut marak terjadi.maka dari itu adanya undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga setidaknya hukum melayani dan melindungi masyarakat dari kekerasan dalam rumah tangga dan masyarakat menjadi lebih enggan untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangganya.   

·        Paradigm hukum sebagai alat rekayasa masyarakat dalam uu republic Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang KDRT
.Dalam undang-undang yang saya ketahui pasal 9 merupakan paradigma hukum sebagai alat rekayasa sosial yang berbunyi di bawah ini:
Pasal 9
1.      Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2.      Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Dalam pasal 9 ayat 1 dan 2  larangan dalam pelantaran rumah tangga tujuannya  yang ingin di rubah dalam masyarakat itu perilaku masyarakat yang sering melakukan kekerasan  dalam rumah tangga mereka ingin supaya mayarakat tidak sewenang-wenang dengan anggota keluarga, seperti pernikahan mereka ingin agar orang yang sudah  menikah itu bertanggung jawab dengan keluargannya sebelum pernikahan itu diadakannya perjanjian perkawinan dimana untuk memelihara, menafkahi, merawat dan tidak melantarkan anggota keluarga. Dalam  pasal di atas merupakan paradigma sebagai alat rekayasa sosial alasannya adalah hukum itu di buat dengan tujuan agar hukum ditaati oleh masyarakat dalam upaya untuk menghindari KDRT pada masa depan.

·        Ketentuan yang di anggap kurang relevan dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT
adapun pasal yang kurang relevan yaitu pasal 12, dan mungkin bisa di usulkan untuk dirubah yaitu pasal 12 yang berbunyi:
Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah :
a.       merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga;
b.      menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang
kekerasan dalam rumah tangga;
c.       menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
d.      menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan
akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
3.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.
4.      Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam pasal tersebut pada ayat 1 poin b dan c menurut saya kurang relevan mungkin bisa di rubah dimana di situ di jelaskan  dalam poin b menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga dan poin c menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga sedangkan kalau di telusuri dalam kalangan masyarakat penyelenggaraan infornasi dan komunikasi jika ada kasus KDRT mereka menganggap wajar dan biasa dan tidak perlu melaporkan dan juga masih kurangnya sosialisasi kemasyarakatan dalam KDRT maka dari itu seharusnya pemerintah menggalakkan di setiap wilayah diadakannya sosialisasi penghapusa KDRT agar masyarakat lebih paham dan mengetahui dalam undang-undang penghapusan dalam rumah tangga.


 REFERENSI :


(Ni’mah,Zulfatun. Sosiologi Hukum sebuah pengantar. Yogyakarta:Teras,2012)
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 Tentang Kekerasan dalam rumah tangga

Selasa, 06 Oktober 2015

Kasus Hukum Lapisan Sosial Atas dan Bawah




Nama:   henda destriani
NIM:      1711143026
Hes 3 B


KASUS HUKUM LAPISAN SOSIAL ATAS
No
Nama kasus
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Kasus 4
1
Jenis pidana yang  dilakukan
Tindak pidana korupsi

gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang
kasus penyuapan
kasus korupsi anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional.
2
Nama dan jumlah korban
Gayus
tambunan

satu korban Ahmad Fathanah
alyta Suryani dan korbanya pejabat rotan
Angelina Sondakh
3
Jumlah kerugian secara meteriil
Pencucian uang di rekening diketaahui 25 Milyar
Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara
 menanggung kerugian sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua wajib pihak yang terkait dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar Rp 339 Milyar.

Rp 1 miliar
-
denda Rp 250 juta. Sudjatmiko mengatakan, Menjatuhkan denda sebesar Rp250 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan."
4
Jumlah kerugian secara immaterial
-
-
-
-
5
Pelaku aparat (polisi, jaksa, hakim)
Keputusan sidang akhir terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta adalah hukuman sebesar 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000 ,- dengan ketentuan apabila denda tidak dapat dibayarkan maka akan ada penggantian berupa pidana kurungan selama 3 bulan.

Menjatuhkan hukuman 14 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti pidana 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango.

Di tahan di pondok  bambu
·         divonis empat tahun enam bulan penjara dan Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
·         Sudjatmiko mengatakan, "Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Angelina Pinkan Sondakh dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan

6
Fasilitas selama proses hukum berlangsung
-
-
mendapatkan fasilitas mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan ruangan yang serba wah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan sedang dirawat oleh seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus dari dokter yang didatangkan dari luar Rutan. Luar biasa! Seorang terpidana yang menyeret nama Jaksa Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara dengan fasilitas luar biasa, mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja, bahkan ruang tamu. Ia juga kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para asistennya.
-

KASUS HUKUM LAPISAN SOSIAL BAWAH
No
Nama kasus
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Kasus 4
1
Jenis pidana yang dilakukan
melakukan tindak pidana pencurian
Pencurian memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA)
Pencurian  6 buah piring
Pencurian mrica 500 gram
2
Nama dan jumlah korban
Pencuri 4 orang
Nenek minah
Nenek Rasminah
Kakek rawi
3
Jumlah kerugian secara meteriil
Rp 6,7 juta di dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik.

-
-
-
4
Jumlah kerugian secara immaterial
-
-
-
-
5
Pelaku aparat (polisi, jaksa, hakim)
Dalam kasus ini, delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat 
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
dan ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.


Di hukum 130 hari
5 tahun penjara
6
Fasilitas selama proses hukum berlangsung
-
-
-
-

ANALISIS  KASUS HUKUM SOSIOLOGIS TENTANG LAPISAN SOSIAL  ATAS  DAN  BAWAH
Mengenai kasus hukum di atas dalam lapisan sosial atas yaitu 
Gayus tambunan melakukan tindak pidana korupsi pencucian uang dan penggelapan dengan diketahuinya rekening sejumlah Rp 25 Milyar Milyar Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara menanggung kerugian sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua wajib pihak yang terkait dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar Rp 339 Milyar.
Keputusan sidang akhir terdakwa kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta adalah hukuman sebesar 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000 ,- dengan ketentuan apabila denda tidak dapat dibayarkan maka akan ada penggantian berupa pidana kurungan selama 3 bulan.
Adapun kasus hukum lain  yaitu  ahmad fathhanah gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang Rp 1 milyar  perlakuan aparat Menjatuhkan hukuman 14 tahun dan denda sebesar  Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti pidana 6 bulan, kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango
Kasus penyuapan oleh alyta Suryani dan korbanya pejabat rotan  di tahan di pondok  bamboo dia  dalam proses hukum di tahanya mendapat Fasilitas selama proses hukum berlangsung yaitu fasilitas  mendapatkan fasilitas mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan ruangan yang serba wah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan sedang dirawat oleh seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus dari dokter yang didatangkan dari luar Rutan. Luar biasa! Seorang terpidana yang menyeret nama Jaksa Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara dengan fasilitas luar biasa, mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja, bahkan ruang tamu. Ia juga kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para asistennya.
kasus korupsi anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional Angelina Sondakh denda Rp 250 juta. Sudjatmiko mengatakan, Menjatuhkan denda sebesar Rp250 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. divonis empat tahun enam bulan penjara dan Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara
Sudjatmiko mengatakan, "Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Angelina Pinkan Sondakh dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan
Sedangkan lapisan sosial bawah melakukan tindak pidana pencurian Pencuri 4 orang jumlah kerugiannya Rp 6,7 juta di dalam Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik. Dalam kasus ini, delik dasar adalah pasal 362 KUHP yaitu mengenai pencurian. Tetapi karena pencurian tersebut disertai dengan ancaman kekerasan pada penjaga malam, maka pelaku akan diancam dengan pasal 365 KUHP ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, atau memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, dan atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. Dan ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Adapun kasus lain nenek Rasminah yang mencuri enam buah piring di hukum 130 hari, kakek Rawi yang mencuri 500 grtam merica terancam 5 tahun penjara, serta nenek minah di vonis 1,5 bulan perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. karena terbukti mencuri tiga buah kakao.
ADAPUN ANALISIS PERBEDAANYA KASUS KEDUA DI ATAS:
Dari perbedaan kasus di atas kasus-kasus yang melibatkan orang-orang besar, entah dari kalangan pengusaha, politikus, artis, birokrat berbagai elemen masyarakat lainya yang di nilai memiliki pengaruh di republic ini, proses penegak hukumnya kerab di pandang sebelah mata dan tidak di percaya belum-belum berjalan, pandangan masyarakat sudah antipati bahwa yang bersangkutan akan mendapatkan perlakuan istimewa mulai dari proses penyidikan hingga putusan seperti halnya kasus penyuapan alyta Suryani dan korbanya pejabat rotan orang kaya  dalam tahanan mendapatkan  mendapatkan fasilitas mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan ruangan yang serba  mewah tetapi juga perawatan saat pelaku dalam keadaan sakit memperoleh perawatan khusus dari dokter yang didatangkan dari luar Rutan.  Sedangkan kalangan sosial bawah dalam proses hukumnya tidak mendapatkan fasilitas mewah Itulah pemaparan perbedaan kasus lapisan atas dan bawah dalam kasus hukum.