BAB
V
TUGAS
MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
Bank indonesia dalam mengemban tugas untuk mengatur
dan menjaga sistem perbankan sesuai dengan pasal 15 UU no. 23 tahun 1999
tentang bank Indonesia berwenang untuk :
1.
Melaksanakan
dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan sistem pembayaran
2.
Mewajibkan
jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya
3.
Menetapkan
penggunaan alat pembayaran.
Dari kewenangan tersebut bank Indonesia berwenang
untuk mengatur sistem kliring, menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi,
menetapkan macam harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan
dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran, mengeluarkan dan
mengedarkan uang rupiah, serta mencabut menarik dan memusnahkan uang dari
peredaran (sesuai dengan pasal 16-20 UU no.23 tahun 1999).
Dalam sistem pembayaran (termasuk dalam lalulintas
pembayaran) merupakan proses penyelesaian pembayaran transaksi komersial dari
pembayar kepada penerima melalui media bank, termasuk lingkup dalam negeri
maupun luar negeri, yang dilaksanakan melalui cara kliring, transfer, atau inkaso. Peranan
lalulintas pembayaran merupakan penghubung dan dinamisator perdagangan itu
sendiri. Adapun unsur unsur yang menjadi pendukung lalulintas pembayaran
diantaranya :
1.
Bank
sentral
2.
Lembaga
kliring
3.
Hubungan
kerjasama antar bank, baik didalam negeri maupaun dengan bank koresponden
4.
Sarana
komunikasi yang baik
Kliring yang dapat dilaksanakan bank Indonesia, baik
meliputi kliring domestik maupun kliring lintas negara. Dalam pelaksanaan
kliring lintas negara, maka harus ditetapkan persyaratan bagi BI atau bank
dalam keanggotaan pada sistem kliring yang bersifat regional atau
internasional, dan menetapkan peraturan mengenai kesepakatan antara BI atau
lembaga lain sebagai penyelenggara sistem pembayaran dengan bank central dan
lembaga penyelenggara sistem negara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
kliring dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank.
Dalam pelaksanaan kliring BI dapat menunjuk pihak
lain dengan menentukan jenis penyelenggaraan kliring, persyaratan, bentuk hukum
dan tata cara pemberian persetujuan terhadap pihak yang akan melakukan kliring.
Kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran
antar bankdapt dilakukan oleh pihak lain dengan mendapat persetujuan dari
BI.peraturan bank indonesia mengatur mengenai:
- Jenis penyelanggaraan jasa sistem pembayaran dan prosedur pemberian persetujuan dilakukan oleh BI.
- Menejemen resiko termasuk tanggung jawab dari penyelenggara jasa sistem pembayaran
- Persyaratan keamanan dan efisiensi dalam penyelanggaran jasa sistem pembayaran.
- Penyelangara jasa sistem pembayaran wajib menyampaikan sistem pembayaran
- Laporan kegiatan harus disampaikan pada BI
- Jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat termasuk alat pembayaran yang bersifat elektronik, seperti kartu ATM, kartu debet ,kartu kredit, kartu prabayar, kartu elektronik.
- Persyaratan keamanan alat pembayaran.
- Sanksi administratif berupa denda pembayaran ketentuan pada angka 1,4 dan 6 keatas.
Materi pengaturan sistem pembayaran tersebut
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan disesuaikan dengan standar internasional.
Agar penyelenggara jasa sistem pembayaran berjalan secara aman, efisian, dan
efektif bagi penggunanya. Serta untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen,
pemenuhan prinsip pengenalan nasabah, serta pencegahan terhadap tindak pidana
pencucian uang dalam sistem pembayaran kususnya mengenai transfer dana.
Dengan diaturnya segala aspek terkait dengan
kegiatan dalam sistem pembayaran khusunya transfer dana diharapkan para pihak
lokal dan interlokal semakin yakin dan merasa aman melakukan kegiatan
pembayaran melalui transfer dana. Kondisi tersebut secara langsung berdampak
pada meningkatnya teransaksi pembayaran melalui transfer dana yang pada akirnya
akan mendorong kelancaran perkembangan ekonomi tanah air.
BAB
VI
TUGAS
BANK INDONESIA DALAM MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Sesuai dengan ketentuan pasal 24 UU no 23 tahun 1999
BI berwenang menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan
bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai ketentuan perundang-undangan.
Mengcu pada ketentuan tersebut maka sangat jelas bahwa BI memiliki kewenangan,
tanggung jawab dan kewajuban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan yang bersifat prefentifmaupun represif. Selain berpedoman pada UU no
23 tahun 1999 juga mengacu kepada UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan dan UU
no 10 tahun 1998.
Sesuai pasal 27 UU No.23 tahun1999 pengawasan
yang dilaksanakan BI terhadap bank dapat berupa pengawasan langsung, yaitu
berbentuk pemeriksaan dengan tindakan tindakan perbaikan. Juga dapat berupa
pengawasan tidak langsung yaitu berbentuk pengawasan dini melalui penelitian,
penganalisisan dan pengevaluasian laporan bank. BI dalam melakukan pengawasan
harys secara berkala yang sekurang kurangnya setahun sekali untuk setiap bank.
Pemeriksaan juga dapat dilakukan secara insidentil setip waktu apabila
diperlukan dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan. Selaku otoritas
pembina dan pengawas bank maka BI berhak menetapkan peraturan yang meliputi
aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan, serta
aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Sedangkan
menyangkut perizinan tindakan BI dapat berupa :
- Pemberian dan pencabutan izin usaha bank
- Pemberian izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank serta peningkatan setatus kantor bank
- Pemberian persetujuan atas kepemilikan (merger,konsolidasi,akuisisi) dan kepengurusan bank
- Pemberian izin kepada bank umumuntuk mejalankan kegiatan tertentu.
Dalam
hal pemberian izin dan pencabutanya berbentuk Keputusan Gubernur B I.
(Pasal 34 UU No.23 tahun 1999) Dalam
perkembangan menyangkut tugas pengawasan, masalah yang ditangani oleh BI akan
diterapkan kepada Lembaga Pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, yang
ada kaitanya dengan BI sebagai bank
sentral. Lembaga pengawasan jasa keuangan (supervisoryboard) atau Otoritas Jasa
Keuangan ini dalam menjalankan tugas dan kedudukanya berada di luar pemerintah
dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada badan pemeriksa keuangan dan BPR.
OJK kewenanganya tidak terbatas mengawasi bidang
perbankan saja tetapi juga mengawasi perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan
lainya, yang meliputi asurasi dana pension, sekuritas, modal ventura,
perusahaan pembiayaan dan badan-badan lain yang menyelengarakanpengelolaan dana
masyarakat
Lembaga pengawasan tersebut harus mempunyai hubungan
kordinasi yang baik dengan BI, diantaranya menyangkut keterangan dan data makro
perbankan yang ada. Salah satu instumen B I dalam pelaksanaan pemgawasan yaitu
berbentuk prinsip kepantasan dan kelayakan mengoperasikan bank (fit and
proper) untuk pengurus dan pemilik bank hal ini bertujuan untuk pihak pihak
yang menggeluti perbankan melaksanakan good corporate governance. Hal
lain yang dipakai B I dalam pengawasan menyangkut perkreditan yaitu pencegah
tindakan mark up yang dilakukan debitur bank.BI mengeluarkan pedoman kredit
bank yang didalamnya memuat sanksi untuk yang melanggar. Namun law forcement
belum dilaksanakan dengan baik. Dengan landasan UU no, 23 tahun 1999 maka BI
mengharuskan salah satu direksi bank sebagai compliance direktor yang
bertugas memastikan bank itu taat pada aturan perbankan yang berlaku.
Referensi
Muhammad Djumhana,
hukum perbankan di Indonesia,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2012)
C.S.T.
Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Edisi-2,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2002).
NAMA
KELOMPOK :
Henda
Destriani
Lailatul
fitria
Lina
indah yunaini
M.
Nur Arsyir R
Siti
Mafatichul Mustafida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar