Tugas Hukum Perbankkan,
TENTANG
PERBEDAAN SYARAT PENDIRIAN MENURUT LIMA JENIS BANK
Oleh:
Henda Destriani (Hukum Ekonomi
Syariah-4B)
Nim: 1711143026
Tabel perbedaan syarat-syarat (ketentuan) pendirian
bank berdasarkan jenis bank yang didirikan:
Jenis Bank
mengenai persyaratan dan tata cara perizinaan bank
|
Syarat-syarat
pendirian bank
|
Pihak yang
Pendirian atau memiliki
|
Prinsip
Pengelolaan
|
Mengenai Modal
|
Bentuk Badan
Hukum
|
1. Surat keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum, yang kemudian di cabut, diganti dan
disempurnakn dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 tentang Bank
Umum, dan diperbaruhi dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/ 2009
tentang Bank Umum.
|
Pasal 4
1. Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan
usaha dengan izin
Gubernur
Bank Indonesia.
2. Pemberian
izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a. persetujuan
prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian
Bank; dan
b.
izin usaha, yaitu izin yang diberikan
untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah persiapan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a selesai
dilakukan.
·
Pihak
yang mendirikan adalah WNI atau Badan Hukum Indonesia, WNI/ Badan Hukum Indonesia
bekerja sama dengan WNA (bisa orang / Badan Hukum Asing)
|
Dalam
prinsip pengelolaannya bank umum mengunakan prinsip konvensional. Dan
bertugas menyediakan jasa lalulintas pembayaran (transfer,interes, kirling,
atm), member garansi bank, menyalurkan dan menghimpun uang dari masyarakat
kepada masyarakat, serta menanggung resiko. Bank umum konvensional dalam
sistemnya di tandai adanya sistem bunga.
|
1.
Mengenai permodalan dalam bank
umum terdapat pada peraturan bank Indonesia No 11/1/PBI/2009 yaituModal disetor untuk mendirikan
Bank ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.triliun (tiga triliun rupiah).
Dan Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum
asing, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka (2) huruf b
setinggi-tingginya sebesar 99 % (Sembilan puluh sembilah persen) dari modal
disetor bank.
.
|
Menurut
Undang-undang 10 tahun 1998 bentuk badan hokum bank umum dapat berupa salah
satu dari alternatif yaitu: perseroan terbatas, koperasi, perusahaan
daerah.
|
2. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip Syari’ah, yank kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan dengan
peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana telah diubah dengan peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/35/BPI/2005. Selanjutnya diperparui dengan peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah
|
Pihak
yang mengajukan pendirian WNI atau Badan Hukum Indonesia, WNI atau Badan
Hukum Indonesia dengan WNA (bisa orang/Badan Hukum Asing), pemerintah daerah.
|
Mengunakan
aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk
menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang di
nyatakan dengan syariah. Dan mengunakan sistem bagi hasil.
Dan
adapun Dewan pengawas syariah (DPS) yaitu dewan pengawasan terhadap prinsip
syariah dalam kegiatan usaha bank yang bersangkutan.
|
1. Persyaratan
modal disetor untuk mendirikan BUSJumlah
modal disetor minimal sebesar Rp. 1 trilyun. Bagi bank asing yang membuka
kantor cabang syariah dana disetor minimal Rp. 1 trilyun, yang dapat berupa
rupiah atau valuta asing.
2. Apabila modal disetor tersebut
di-equivalent-kan sama dengan US$110 juta., modal dimaksud adalah setoran yang dilakukan
dalam bentuk setoran tunai.
3.
Modal
disetor berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asaing maksimal
99% dari modal disetor BUS
4. Sumber dana modal disetor untuk
pendirian bank umum baru tidak boleh berasal dari dana pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank atau pihak lain di
Indonesia.
5. Sumber dana modal disetor untuk
bank baru tersebut tidak boleh berasal dari sumber yang diharamkan menurut
ketentuan syariah termasuk dari dan tujuan pencucian uang (money
laundering).
.
|
Bentuk
badan hukum Bank Umum Syariah ini tertera pada peraturan Bank Indonesia nomor
: 11/3/PBI/2009 yaitu bentuk badan hukumnya adalah perseroan terbatas
|
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3PBI/2006 tentang perubahan
kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan
kantor Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh
bank umum sebagaimana telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomer
9/7/PBI/2007. Yang kemudian bagi unit usaha syariah dinyatakan tidak berlaku
sebagaimana diperbarui dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009
tentang unit usaha syariah.
|
Pendirian
Unit Usaha Syariah ini berdiri dibawah naungan bank umum konvensional, yang
berbasis syariah
|
Untuk
mendirikan UUS dapat dilakukan izin bank BI yang dilakukan dengan bentuk izin
untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
Unit
usaha syariah ini merupakan lembaga yang menggunakan prinsip syariah tetapi
berada di bawah naungan bank konvensional.
|
Persyaratan modalyang harus dimiliki oleh lembaga keuangan yang berbentuk Unit
Usaha Syariah adalah 100 milyar seperti yang tertuang dalam PBI No 11/10
tahun 2009 tentang UUS, dan khusus untuk spin off UUS, BI hanya akan
mewajibkan modal dasar Rp 500 miliar yang harus dimiliki oleh UUS untuk
proses spin of UUS menjadi BUS.
Besarnya
modal kerja minimal sebesar Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Penyisihan modal kerja UUS dari kantor induknya, dimaksudkan agar
pengelolaannya tidak tercampur dengan dana kantor induknya yang
beroperasional secara konvensional.
|
Bentuk badan
hukum Unit Usaha Syariah berada di bawah naungan Bank Umum Konvensional
|
4.
Surat
keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank perkreditan Rakyat, yang kemudian disebut, diganti dan disempurnakan dengan peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/26/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
|
Hal ini dijabarkan dalam Pasal 3:
1. BPR hanya dapat didirikan dan
melakukan kegiatan usaha dengan izin Direksi Bank Indonesia
2. BPR hanya dapat didirikan oleh:
a. warga Negara Indonesia
b. Warga Negara Indonesia yang
seluruh kepemilikannya Warga Negara
Indonesia;
c. Badan Hukum Indonesia yang seluruh
kepemilikannya Warga Negara Indonesia
d. Pemerintah Daerah
e. Dua pihak atau lebih sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.
|
BPR
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran yang berupa
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau
bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu.
|
a. Modal disetor untuk mendirikan BPR
ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:
a. Rp 5 miliar bagi BPR didirikan di
wilayah DKI Jakarta
b. Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar
Rupiah) untuk BPR yang didirikan diwilayah ibu kota provinsi di pulau Jawa
dan Bali dan di wilayah kabupaten atau kota Bogor, Depok, Tanggerang, dan
Bekasi
c. Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar
Rupiah) untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di pulau jawa
dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar sebagaimana disebutkan
diatas JABODETABEK.
d. Rp. 500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) untuk BPR yang didirikan di luar wilayah tersebut sebagaimana
dimaksud diatas.
·
Dan Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum Koperasi
adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang perkoperasian;
Bagian dari modal disetor BPR yang
digunakan untuk modal kerja sekurang-kurangnya berjumlah 50% dari modal
disetor BPR wajib digunakan modal kerja.
|
Sesuai
undang-undang nomor 7 tahun 1992 bentuk badan hukum BPR adalah perusahaan
daerah, koperasi, perseroan terbatas, atau bentuk lainya yang ditetapkan
pemerintah.
|
5. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR
tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank perkreditan Rakyat Berdasarkan prinsip
syariah, yang kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan dengan peraturan Bank Indonesia Nomor
6/17/PBI/2004 tentang Bank perkreditan Rakyat Berdasarkan prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006.
Selanjutnya diperbarui dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009
tentang Bank pembiayaan Rakyat Syariah
|
Dalam Pasal 6
BPRS hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki
oleh:
a.
warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia;
b. pemerintah
daerah; atau
c. dua
pihak atau lebihsebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b.
|
Dalam
BPRS ini lebih memilih menggunakan
istilah akad pembiayaan, bunga pada BPRS diganti dengan keuntungan dengan
pemberitahukan harga pokok pembelian.
|
Ketentuan
permodalan dalam pasal 5 BPRS sekurang kurang nya sebesar:
a.
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
untuk BPRS yang
didirikan di wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Raya dan
Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi;
b.
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk BPRS yang
didirikan di wilayah ibukota propinsi
di luar wilayah tersebut
pada huruf a di atas;
c.
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) untuk BPRS yang
didirikan di luar wilayah tersebut
pada huruf a dan huruf b diatas.
|
Berdasarkan
peraturan bank Indonesia nomor 11/23/PBI/2009 bentuk badan hukumnya adalah
perseroan terbatas.
|
|
|
|
|
|
|
Reverensi:
Muhammad Djumhana. 2012. Hukum
Perbankan di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.
Djoni S. Gozali,Dkk. 2010. Hukum
Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika
Peraturan
Bank Indonesia Nomor: 8/26/PBI/2006 Tentang Bank Perkreditan Rakyat
Peraturan
Bank Indonesia Nomor: 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/10/PBI/2009 Tentang Unit Usaha Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar