Selasa, 17 Mei 2016

KASUS KREDIT MACET



Nama: Henda Destriani
Nim :1711143026
Kelas:Hes 4B
.Landasan teori Penyebab Kredit Macet

A.     Pengertian kredit Bank
Kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memporoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian.
Istilah kredit banyak dipakai dalam system perbankan konvensional yang berbasis pasar bunga (interest based), sedangkan dalam hukum perbankan syari’ah lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan rill yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit syaring).[1]
Pengertian kredit disebutkan dalam ketentuan pasal angka 1 angka 11 undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebaimana telah diubah dengan undaang-undang Nomor 10 tahun 1998 yaitu:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi untungnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sementara pengertian pembiayaan disebutkan dalam ketentuan pasal 1 angka 12 undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai mana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 tahun 1998:
Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyedian uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[2]
Pengertian jaminan dalam perspektif undang-undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 berbeda dengan makna kata jaminan dalam perspektif hukum jaminan. Makna jaminan dalam perspektif undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 lebih luas dibandingkan dengan makna jaminan yang selama inikita kenal.
Disebutkan dalam ketentuan pasal 8 ayat (1) undang-undang Nomor 10 tahun 1998 bahwa:
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, bank umum wajib keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan perjanjian.
Sementara dalam penjelasan atas pasal (1) undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 antara lain dinyatakan:
Mengikat bahwa anggunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undnag-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang harus dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayan berdasar prinsip syariah yang dikenal dengan “5C”. Pada dasarnya 5C ini dapat memberikan informasi tentang iktikad baik dan juga kemampuan membayar angsuran calon nasabah. Adapun prinsip 5C yang dilakukan atau dinilai oleh pihak bank yang bersangkutan yaitu:
a.       Penilaian Watak (Character)
Penilaian watak/kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan iktikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjaman, sehingga tidak menyulitkan bank dikemudian hari.
b.      Penilaian Kemampuan (Capacity)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemapuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayai akan dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu dapat melunasi hutangnya
c.       Penilaian Terhadap Modal (Capital)
Bank harus melakukan analisa terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan pemodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek usaha calon debitur. Nasabah wajib menyediakan modal untuk usahanya dan tugas bank adalah menambahi modal tersebut.
d.      Penilaian terhadap Agunan (Collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet calon debitur umumnya menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sejumlah kredit yang diberikan
e.       Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (Condition Of Economy)
Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik masa lalu maupun masa yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek tata usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.[3]

Secara umum Penyebab kredit macet pada Bank dikelompokkan dalam dua bagian (yang akibatnya juga akan berbeda-beda) yaitu :
1.      Akibat Internal
Secara umum para pejabat Bank menyalurkan pinjaman kepada peminjam (Debitur) melanggar Standart Operasional (SOP) bank dimaksud, misalnya : memberikan pinjaman tidak meneliti debiturnya dengan seksama (mengabaikan 5 c), pejabat mempunyai kepentingan pribadi dengan debitur dalam memberikan pinjaman yang akibatnya melalaikan rambu hukum dan lain-lain.

2.      Akibat external
Debitur mengalami gempa bumi, debitur usahanya yang merugi akibat manajemen yang lalai atau pelanggannya yang tidak membayar tagihan, debitur yang tidak mau membayar kewajibannya, dan akibat kebijakan pemerintah.

Penyelesaian Kredit Macet

Secara umum penyelesaian kredit macet ada dua cara

1.      Penyelesaian secara damai / diluar pengadilan (non litigasi)
2.      Penyelesaian melalui Pengadilan (litigasi)

1.      Penyelesaian secara damai / diluar pengadilan (non litigasi)
a.       Bila debitur macet karena usahanya merugi dikarenakan pelanggannya yang menunggak tentu di usahakan penyelesaiannya disesuaiakan dengan kemampuan debitur yang dimulai dengan
- Bank secara internal memanggil atau mendatangi debitur agar menyelesaikan kewajibannya atau
- restrukturisasi : memperpanjang waktu pinjaman, memberikan potongan denda, bunga atau Modal.
- bila penyebab macet dikarenakan gempa dan usahanya masih mempunyai prospek yang baik, tentu Bank dapat melakukan pendapingan manajemen dan atau menambah modal sehingga usaha dari debitur tetap berjalan.
b.      Bila penyelesaian upaya di atas hasilnya tidak sesuai dengan yg diharapkan, maka cara penyelesaian berikutnya Bank dan debitur menjual jaminan(eksekusi fidusia /Hak Tanggungan) secara bersama-sama baik di bawah tangan maupun melalui lelang umum untuk mendapatkan harga yg terbaik.
c.       Bila usaha bagian (B 1a dab b) di atas tidak tercapai maka penyelesaian berikutnya dapat di lakukan mengumumkan melalui koran agar debitur melunasi hutangnya.
d.      Atau bila dengan cara bagian (B1 a s/d d) tidak tercapai, maka cara berikutnya Bank dapat menjual piutangnya dengan cara cessie atau subrogasi.
e.       Bila seluruh cara di atas tidak berhasil / tdk dapat dilakukan, maka Bank dapat melakukan hapus buku dan hapus tagih selanjutnya mengambil alih jaminan dari kreditur (Barang Jaminan Diambil Alih /BJDA/AYDA).

2. Penyelesaian melalui Pengadilan

Bila penyelesaian dengan cara damai / diluar pengadilan (non litigasi) tidak tercapai maka cara berikutnya dengan cara :

a.       Melalui Pengadilan Negeri
Eksekusi jaminan melalui Pengadilan Negeri dengan dengan dasar hukum
- Pasal 1131 KUHPerdata yang intinya segala harta dari debitur baik yang ada maupun yang akan ada menjadi jaminan dari hutang dari peminjam.
- Eksekusi Hak tanggungan (UU HT No. 4 thn 1996 Pasal 6 dan atau Fidusia (UU No. 42 thn 1999 Pasal 29) yang dilanjutkan menjual melalui lelang.
b.      Melalui Pengadilan Niaga
Untuk penyelesaian pengadilan niaga hal ini dilakukan dengan cara mengajukan kepailitan atau PKPU dengan dasar hukum (UU No. 37 tahun 2004 Pasal 2 jo. Pasal 1131 KUH Perdata).
c.       Bila Bank menemukan debitur melakukan data fiktif guna mengajukan pinjaman, bank dapat menekan debitur dengan cara melaporkan debitur kepada kepolisian.[4]

B.     Study kasus UD Raden Motor Kampak Trenggalek

Awal mulanya UD Raden Motor yaitu pemilik bapak waryono mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Kampak pada tanggal 10 mei 2015 dengan jangka waktu dua tahun mengagunkan  surat berharga tanah yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2016. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak UD Raden Motor. Hanya sebagian saja yang bisa dikembalikan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama dua tahun, untuk melunasi hutang dengan BRI. Akhirnya BRI kampak minta keterangan beberapa pihak termasuk pegawai bank dan beberapa orang dari BRI penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan pribadinya, dimana uang pengkreditan tidak di gunakan untuk pembelian perlengkapan alat perusahaan  UD Raden Motor sehingga pelanggan menjadi sedikit   dan terjadilah kredit macet untuk melunasi hutangnya. Namun nasabah sudah mengangsur dalam kurun 1 tahun yaitu 35 milyar, dan kurang beberapa hutang yang belum dilunasi.
Hal itu adanya dugaan kesalahan prosedur bank dalam pemberikan kredit kepada nasabah yang mana bank tidak meneliti nasabah terlebih dahulu,. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI  Kampak dengan Raden Motor.  Yang mana nasabah tidak bisa mengembalikan uangnya hanya asset saja yang dimiliki bapak waryono pemilik UD Raden motorn untuk melunasi hutangnya.
            Bank melelang asset tersebut untuk melunasi hutangnya, kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk menekan kredit macet. nasabah yang kreditnya macet Agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank. Di mana bank akan mengembalikan sebagian asetnya karena asset yang dijadikan jaminan dinilai seharga 100 miliar yang mana hutangnya 52 milyar dan nasabah telah mengaansur selama satu tahun 35 milyar maka sisanyya dikembalikan oleh bank kepada nasabah.

C.     ANALISA

.
Sesuai kasus diatas maka dapat dikatakan sebagai kredit macet karena berbagai faktor dari pihak perbankan dan nasabah dalam hal ini nasabah melakukan unsur kesengajaan yakni tidak dapat melakukan pembayaran angsuran karena mengalami gujatan perusahaan tersebut keuntungannya tidak seberapa dan juga kesalahan nasabah mengelola uangnya bukan untuk digunakan untuk mengembangkan bengkel tersebut atau pembelian peralatan yang mana justru digubakan untuk kebutuhan pribadinya yang mana pelanggan yang ingin menyervis motornya tidak jadi menyervis karena barang-barang yang disediakan kurang lengkap atau habis, hal itu nasabah tidah bertanggung jawab atas kejadian tersebut karena dia mengaku kepada bank usahanya tidak seramai dulu. Dan nasabah tersebut tidak memenuhi prinsip dari para penerima kredit karena memmiliki karakter yang tidak baik. Sedangkan dari pihak bank dalam melakukan analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak di prediksi sebelumnya. Sehingga Bank mengambil surat asset tersebut menyangkut Pasal 15
1.      Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit Surat Berharga tersebut, kecuali ditetapkan tersendiri.
2.      BMPK untuk pembelian Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dihitung berdasarkan harga beli, kecuali ditetapkan tersendiri.
Berdasarkan dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/3/PBI/2005 Apabila kualitas Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait menurun menjadi kurang lancar, diragukan, atau macet, Bank wajib mengambil langkah langkah penyelesaian untuk memperbaiki antara lain dengan cara:
a.       pelunasan kredit selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak turunnya kualitas Penyediaan Dana; dan atau
b.      melakukan restrukturisasi kredit sejak turunnya kualitas Penyediaan
Dana. disini bank percaya bahwa nasabah akan dapat mengelola usahanya dengan baik. Dapat diketahui bahwa proses kredit dalam bank ini dikatakan kurang ketat. Dengan adanya kasus semacam itu sesuai dengan pasal 5 ayat 4 Dalam hal penyediaan dana bank harus memperhatikan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), pengaturan BMPK tersebut antara lain: Pertama, penyediaan dana kepada seluruh piha terkait ditetapkan paling tinggi 10% dari modal. Kedua, penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada 1 peminjam pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 20%.
Dalam hal ini harus ada penyelamatan kredit yakni dengan penjadwalan kembali yang menyangkut tentang perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan jangka waktu termasuk masa tenggang baik yang meliputi besarnya angsuran, hal ini bertujuan untuk memastikan pembayaran yang lebih tepat dan memungkinkan debitur untuk mengatur pembayaran hutang kepada pihak lain. Dalam hal ini nasabah di berikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit, dan juga jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang.

D.    KESIMPULAN

Dari analisis kasus diatas UD Raden Motor yaitu pemilik bapak waryono mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Kampak pada tanggal 10 mei 2015 dengan jangka waktu dua tahun mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun nasabah tidak bertabggung jawab berjalannya waktu dan kurang efisien terhadap pembayaran dalam jangka waktu dua tahun yang mana nasabah hanya mengembalikan satu tahun saja karena ada  faktor lain yang menghambat proses pembayaran hutang, sehingga terjadilah kredit macet untuk meneruskan angsuran , dan kurang nya teleti terhadap pihak Bank untuk meminjami bapak waryono sebagai pemilik perusahaan UD Raden Motor.

REFERENSI
Racmadi Usman. Djoni S.Gazali. Dkk. 2010 Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika.
Diakses  tanggal 16 mei 2016 pukul 16.30


[1]  Djoni S.Gazali. Racmadi Usman,  Dkk, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika), 2010 Hal 263-264
[2] Ibid 264-265
[3]Ibid 273-274

Tidak ada komentar:

Posting Komentar